Minggu, 08 Juni 2014

Entahlah...

tak ada yang tau apa yang sedang kupikirkan dan yang telah kupikirkan. Aku selalu larut dalam pikiranku sendiri. Sebagian orang merasa dirinya sangat mengerti aku, padahal mereka hanya tau kulit luarnya saja, dia tidak tahu apa yang ada di hatiku. Terkadang aku merasa sedih. Dan di saat kesedihan itu menyerang hanya hembusan angin yang menemaniku. Aku akan pergi ke taman, atau menatap aliran air di sebuah danau berharap semua kegundahanku lepas di luasnya air di danau. Terkadang aku akan menatap taburan bintang di malam kelam atau menatau rintikan air hujan yang jatuh di bumi jika hujan turun. Atau aku akan pergi ke taman memandangi rerumpunan pohon dan bunga-bunga sambil menikmati kicauan burung. Dengan begitu dapat mengobati sedikit luka di hatiku dan dapat membangkitkan semangatku jika sudah mulai kendur. Aku tahu aku bukanlah seseorang yang istimewa, tapi aku percaya bagi ayah dan ibu aku adalah anak yang istimewa.
 Aku tidak tahu apa yang sedang kurasakan yang jelas aku hanya ingin menuliskan saja. Aku hanya ingin menuliskan kalau aku dilanda kebimbangan. Setelah dipikir-pikir sepertinya aku diliputi kebimbangan dan resah karena satu hal yaitu “cinta”. Ini mungkin sedikit berlebihan, tapi aku bukanlah orang yang mudah untuk berbagi cerita tentang apa yang sedang kurasakan. Tapi perasaan yang “aneh” ini sedikit mengggangguku. Di usiaku yang ke 21 th aku belum pernah berpacaran sekalipun. Ada yang percaya dan ada pula yang tidak. Bukan karena tidak ada yang menyukaiku, ada. Tapi ini adalah pilihan yang ku buat untuk menjaga hati agar tetap suci. Suci dalam artian, aku tidak ingin jatuh cinta pada seseorang yang belum saatnya dihalalkan untukku. Mungkin terdengar sedikit berlebihan, tapi aku ini adalah orang yang terkadang mudah untuk jatuh cinta dan di sisi lain juga susah untuk jatuh cinta (membingungkan memang). Maksudnya, disaat aku bertemu dengan seseorang dan aku merasa memiliki “sesuatu” yang aku sendiri tidak tahu apa itu (seperti rasa tertarik pada pandangan pertama-mungkin), dalam waktu dekat aku pasti bisa menyukai orang itu. Tapi jika di awal aku sudah tidak merasakan apa-apa pada orang itu, mau dia melakukan PDKT seperti apapun aku tidak akan pernah menyukai dalam artian jatuh cinta padanya. Itulah diriku yang aku sendiri tidak mengerti.
Karena aku orangnya seperti itu, sehingga di saat aku sudah menyukai seseorang jika aku tidak menepis perasaan suka itu, lama-kelamaan rasa suka itu akan berganti menjadi cinta. Jika sudah demikian aku akan sulit sekali melupakan orang itu, dalam sehari aku pasti akan memikirkannya, tanpa peduli apakah dia juga memikirkanku juga atau tidak. Hal ini tentunya sangat menyiksa apalagi jika aku tidak tahu apakah orang yang kusukai memiliki perasaan yang sama atau tidak. Syukur-syukur jika dia juga menyukaiku jika tidak, lebih menyakitkan lagi. Ini pernah kualami. Ceritanya begini.

Alkisah, duluuuu aku pernah berkenalan dengan seseorang. Dia kakak kelasku. Kalau menurut survei dari pendapat beberapa teman-teman perempuanku katanya dia itu lumayan. Lumayan tampan-sepertinya. Tinggi, putih, cool lagi. Sepertinya idaman banyak wanita. Saat pertama kali bersua, sepertinya aku mulai tertarik padanya-sedikit. Lama-kelamaan sepertinya perasaan ini sukar sekali terbendung. Mungkin karena sering bertemudan mungkin karena aku tidak bersaha untuk menepis rasa yang kian hari kian tumbuh. Apalagi beberapa temanku sering melapor padaku katanya mereka sering melihat dia memandangku diam-diam. Aku sedikit senang tentunya. Hal itu berlangsung setahun, dua tahun, hingga 5 tahun aku mengenalnya. Sepertinya memang berlebihan menyukai seseorang secara diam-diam selama itu.
Terkadang sedikit melelahkan karena dia tidak juga kunjung menyatakan cintanya padaku. Jujur aku sedikit berharap jadi seseorang yang istimewa di sampingnya. Menurut survei (lagi) dari teman-temanku sepertinya dia juga memiliki rasa yang sama denganku (aku tidak terlalu yakin juga). Tapi tidak mungkin jika aku yang mengutarakan perasaan ini terlebih dulu, dalam kamusku tidak ada wanita yang duluan mengutarakan perasaannya. Walaupun sekarang sudah emansipasi wanita. Rasanya kurang pas. Walau kenyataan sekarang tidak sedikit wanita yang mengutarakan perasaannya lebih dulu, tapi aku sepertinya bukan termasuk golongan itu. Yaaah, begitulah aku terkadang terlalu gengsi untuk mengakui apa yang sebenarnya di dala hati ini.
Alhasil, kupendamlah perasaan ini sampai berjamur-mungkin. Disaat-saat aku memendam rasa ini, ada beberapa cowok yang PDKT ingin menjadi seseorang yang special di hatiku. Tapi, maaf rasaku sepertinya sudah milik kakak kelas itu. Mungkin selanjutnya aku menyebutnya kakak kelas saja. Tak mengerti dengan kegalauan ini, aku curhat pada teman-temanku.
Jawaban mereka: “sepertinya dia juga menyukaimu”. Tidak puas dengan jawaban teman-temanku, aku pun curhat pada ibu. Biasanya nasehat dari ibu sangat manjur.Kali ini ibu menjawab: “Ibu juga pernah muda dan pernah merasakan apa yang kamu rasakan saat ini, ibu lihat sepertinya dia menyukaimu. Pandangan matanya terlihat berbeda sama seperti pandangan mata ayahmu pada ibu dulu”. Aku jadi semakin galau, ingin mengutarakan perasaan ini terlaebih dulu, takut. Takut ditolak, sepertinya tidak, tapi aku merasa takut saja. Akhirnya aku pendam lagi perasaan ini hingga 6 tahun. Memasuki tahun ke-7 kabar mengejutka terjadi, dia tiba-tiba jadian dengan adik kelasku. Sedihh eyyh. Kok bisa???, berarti selama ini cintaku bertepuk sebelah tangan. Ohh tidak, ini begitu menyakitkan.
Tak lama kemudian, lagi-lagi temanku melapor, katanya dia sekarang sudah putus. Hanya bertahan beberapa minggu saja. Sedikit bersyukur dengan putusnya hubungan mereka. Dia masih memberi sedikit perhatian dengan tatapannya yang aku tidak tahan memandangnya dan membuat jantung ini berdegup lebih kencang dari pada biasanya. Tapi pertengahan tahun ke-8 aku mengenalnya, dia tiba-tiba punya pacar baru. Hikzz…., sedih tak terkata. Aku lagi-lagi menunggu, sepertinya mereka masih bersama. Aku bertanya pada ibuku, ada apa dengan diriku. Aku sudah terlanjur mencintainya, tapi dia malah bersama yang lain.
Ibu hanya menjawab, itu karena kamu sering menghindar darinya, makanya dia mencari yang lain. Aku tambah bingung. Memang terkadang aku sedikit menghindar darinya, tujuanku sebenar hanya tidak ingin perasaan ini semakin larut. Tapi disaat dia bersama wanita lain, ternyata lebih menyakitkanku. Aku  merasa di saat di masih sendiri dia akan segera menyatakan perasaannya padaku, hingga aku terus menunggu dan menunggu. Bahkan disaat ada cowok lain yang mendekatiku aku masih setia menunggu, karena aku takut jika aku dekat dengan cowok lain dan tiba-tiba dia menyatakan perasaannya itu tentunya akan tidak adil bagi cowok yang berusaha mendekatiku. Makanya lebih baik aku haya menunggu untuknya.
Tapi disaat kakak itu sudah memberikan tanda-tanda ingin mengutarakan perasaannya padaku, aku malah menghindar. Entah kenapa aku merasa takut saja, aneh memang. Mungkin dia cukup lelah dengan sikapku yang tak jelas ini hingga dia memilih mundur-entahlah. Saat dia sudah bersama orang lain barulah dada ini rasanya sakittt sekali. Sedih, menyesal, entah apalagi. Aku sempat down saat dia jadian dengan seseorang teman wanitanya. Rasanya dada ini sakit saat dia selalu bersama dengan wanita lain. Itu berlangsung hampir 1 tahun. Aku menyibukkan diri dengan belajar, agar aku bisa mengalihkan pikiranku. Tak kuhiraukan jika ada cowok lain yang berusaha mencari perhatianku. Hatiku mulai beku.
Tapi, aku melihat dia lebih banyak tersenyum dengan wanita itu. Okee lah, berarti dia sudah bahagia dengan pilihan hatinya, sekarang aku tinggal menata hatiku ini. Aku dan dia masih sering bertemu dan ini ternyata menyakitkan, 1 th kemudian dia sudah kuliah. Aku bernapas lega, paling tidak aku tidak melihatnya lagi di sekolah itu artinya frekuensiku bertemu semakin sedikit. Tapi entah kenapa berita tentangnya selalu saja datang dari teman-temanku, membuat kupingku terasa panas saja. Detik-detik terakhir masa sekolah, aku baru sadar kalau dia kuliah di univ. yang aku juga berencana kuliah di sana nantinya jika aku lulus. Sepertinya aku harus membatalkan kuliah di sana, aku tidak ingin bertemu lagi dengannya biar aku bisa menata hati ini.
Okee…, pilihan terbaik adalah merantau. Dan memulai dengan semangat yang baru, pilihanku Pulau Jawa, ku pilih yang tidak terlalu jauh dengan Sumatera. Berbekalkan jerih payahku selama SMA aku memanfaatkan nilai raport yang lumayan bagus untuk mendaftar PMDK di dua perguruan tinggi ternama di P. jawa. Tiap hari aku selalu berduo semoga aku lulus. Alhasil, saat aku ujian PRA-UN, ada surat dari salah satu perguruan tinggi yang menyatakan aku diterima sebagai mahasiswa di sana. Alhamdulilah, akhirnya.
Dengan senyum jahat, ku ucapkan. Selamat tinggal masa lalu. Aku berangkat ke tanah jawa, sembari meninggalakan kisah kasihku yang tak sampai dan menyakitkan hatiku. Beberapa hari di tanah jawa, aku yang berasal dari desa sedikit tidak mengenal teknologi. Aku baru mengenal facebook (hihihi…., malu jika mengingatnya). Untung aku memiliki teman-teman yang baik hati di sana, aku dibikinkan akun facebook (hahaha). Suasana baru, teman baru, budaya yang baru membuatku merasa sebagai diri yang baru. Tapi, perasaan itu kembali lagi saat dia me-add, dan dia termasuk kelompok orang pertama yang me-add facebookku. Sedihh (lagi), tapi aku tidak sampai menangis karena dia tidak pantas ditangisi. Tahun pertama kuliah, aku masih sering memandangi fotonya di dunia maya, sering buncah saat dia dan kekasihnya menuliskan kata-kata mesra. Rasanya ingin menggaruk tembok.
Aku galau (lagi). Beginilah jika aku sudah terlanjur jatuh cinta. Akhirnya aku pergi ke sebuah taman di kampus sekedar mencari pencerahan dan jawaban dari masalah yang kuhadapi. Karena ku sangat menyukai bunga, maka di saat galau aku biasanya merenung di dekat rimbunan bebungaan. Tapi di taman tidak kutemukan jawabannya. Aku lanjut berjalan ke danau sambil memandangi sekumpulan burung bangau yang bertebangan.
Aku berpikir jernih, sepertinya Allah itu sangat menyayangiku-kenapa begitu? aku ingat banyak teman-temanku yang sering kali curhat tentang pacarnya, hubungan pacaran mereka terkadang mereka juga memintaku pendapat (padahal aku saja belum pernah pacaran), tapi nasehatku selalu manjur-hahahah. Walau aku tidak pernah pacaran, tapi aku paham betul tenang pacaran itu, sehingga teman-temanku curhat padaku. Aku sering mendengar mereka curhat, seperti ini (misalnya):
minggu pertama: Kamu kenapa sih, belum punya pacar juga?? punya pacar itu enak, pokoknya. dia selalu ada saat kita butuhkan, …..,bla.., bla.., bla
minggu kedua: punya pacar itu, bisa mengobati kegalaun, kegundahan, dan saat dia menggenggam tangan ini rasanya berjutaaaa…,  dll…, bla.., bla..,
selanjutnya: kok mulai pusing yah, kalau dia ga balas sms ku?….,
selanjutnya: sepertinya dia sudah tidak sayang lagi padaku…, aduhh.., gimana dong masa tadi aku liat dia sama cewe lain…, bla.., bla
selanjutnya: benar-benar yang bisa dipercaya……… (nangis sambil curhat)
Jadi, menurutku Allah telah melindungiku dari rasa ini. Aku merasa bersyukur tidak jadian dengan kakak kelasku itu. Aku bisa bayangkan jika aku jadian dengannya, pertama mungkin aku tidak akan melanjutkan kuliah di P.jawa, secara banyak sekali pengalaman dan hal-hal positif yang kutemukan di sini dan aku tidak akan meraih mimpi dan pengalaman yang sehebat ini. Kedua, jika pacaran dengannya otomatis kenangan yang indah akan lebih banyak lagi bersamanya sehingga jika ternyata aku berpisah dengannya tentunya akan lebih menyakitkan lagi, mungkin aku akan lebih tersakiti lagi. Apalagi aku tidak tahu apakah dia benar-benar akan bersamaku selamanya (berjodoh) atau hanya sementara saja. Sepertinya, aku mendapatkan jawabannya.
Hingga…, saat pulang dari danau kuputuskan untuk menjaga hatiku untuk tidak berpacaran dulu dengan seseorang sebelum tiba waktunya. Walaupun terkadang aku sering ingin memiliki pacar jika melihat teman-temanku bersama pacarnya atau ada seseorang yang berusaha mendekatiku. Jika, keinginan itu datang lagi, aku akan segera menyadarkan diriku sendiri, karena jika aku sudah jatuh cinta dan pacaran dengan seseorang, mungkin hatiku akan menjadi miliknya sebutnya sekitar 10%, jika aku pernah menberi hatiku pada 3 orang pria berarti sudah 30% hati hilang. Lalu hanya 70% yang tersisa untuk seseorang yang kucintai secara halal?. Mungkin membingungkan, maksudnya seperti ini jika seseorang pernah pacaran 3 kali, berarti dia punya mantan 3 orang. Dan aku pernah bertanya pada seorang sahabat seperti ini:
aku: “Apakah kamu masih cinta sama mantanmu?”
shb: ” ga.., yang ada malah males sama benci liat mukanya”
aku: ” Yakinnnn???”
(Curhat dari hati ke hati)
shb: “sebenarnya masih sih.., masih cinta dikit, kalau ketemu rasa itu masih ada dikit”
Nahhhh…., tidak mungkin rasa itu hilang 100%, pasti masih ada. Jika kita telah berpacaran dengan 3 pria. Saat bertemu rasa itu masih ada 10%, dan jika 3 pria rasa dan hati ini akan ada di 3 pria yang berbeda sebanyak 30%, lalu hanya 70% hati ini untuk seseorang yang kita cintai secara halal. Belum lagi, selama pacaran mungkin ada kontak fisik terlarang yang pernah terjadi. Minimal tatapan mata yang mendebarkan yang membuat perasaan cinta semakin tumbuh. Membuat dunia ini terasa milik berdua, lalu jika sudah saling cinta seperti itu, rasa ingin memiliki, selalu ingin bersama tapi belum mungkin karena masing-masing mungkin belum bisa untuk bersatu dalam suatu ikatan yang suci-pernikahan, karena belum mampu.
Lama kelamaan cinta berkembang dan masing-masing tidak mau pasangannya dekat dengan orang lain, perlahan-lahan timbullah satu persatu kesalahpahaman. Akhirnya, memilih berpisah. Perpisahan, ada yang masih menyisakan cinta dan ada juga menyisakan kebencian. Jika perpisahan masih menyisahakan cinta, saat dia sudah bersama orang lain secara halal dan tiba-tiba bertemu dengan mantannya debaran itu masih ada artinya dia tidak bisa memberikan 100% kepng hatinya untuk orang yang dicintainya secara halal.
Tidak…., aku tidak mau itu terjadi. Aku hanya ingin memberikan 100% keping hatiku untuk orang yang kucintai secara halal, dan aku tidak mau jika seseorang menatapku penuh cinta tanpa suatu ikatan yang suci.
Dan jika ada yang bertanya padaku, “pacaran itu enak lho, kenapa kamu masih belum mau pacaran?”Aku akan menjawab: karena menjaga rasa yang sakral ini hingga menemukan tempat yang tepat dan dengan cara yang halal. Aku percaya wanita baik-baik hanya untuk laki-laki yang baik. Akan terus kujaga diriku dan hati ini hingga nanti tiba waktunya akan ku berikan pada seseorang utuh 100% hatiku dan diriku untuk seseorang yang juga telah berusaha menjaga hati dan dirinya untukku seorang. dan karena aku menghendaki keutuhan rasa sayang dan rasa cinta yang sudah aku lindungi ini untuk kuberikan pada seorang pria yang juga menjaga jasmani dan rohaninya demi diriku.
Tepi Danau, 2012
berharap, suatu saat ada yang menemaniku secara halal di pinggir danau ini :D)


Sabtu, 05 April 2014

Dalam Diam

Diam bukan belum tentu tidak mengerti. Diam juga belum tentu berarti mengerti. Diam bukan berarti mengiyakan. Diam juga bukan berarti tidak. Banyak makna yang tersembunyi dalam diamnya seseorang. Kenapa diamnya seseorang menjadi suatu permasalahan? Terkadang dalam diam seseorang mencoba untuk berpikir dan merenung. Dalam diam seseorang merasa nyaman. Terkadang diam juga sudah menjadi tabiat asli seseorang. Terkadang diam lebih baik dari pada berkata yang tidak bermanfaat. Sekali mengeluarkan kata-kata adalah kata-kata yang penuh manfaat. Terkadang memang sulit untuk mengerti apa yang diinginkan orang yang diam.
 Sebenarnya waktu tersibuk seseorang adalah saat diam, karena dalam diam pikirannya jauh memikirkan sesuatu. Bahkan seeorang juga memilih diam dalam hal mencintai. Mencintai dalam diam terkadang membuat seorang menjadi nyaman. Cinta dalam diam terdakang menyakitkan. Apalagi melihat seseorang kita cintai mulai bersama orang lain. Yang kita lakukan hanya diam dan memandangnya. Sebenarnya sedikit menyiksa, bukan sedikit lagi tapi sangat menyiksa.  Tapi untuk mengatakan perasaan terkadang banyak konsekuensi yang harus dijalani. Tidak berani, malu mungkin, atau takut ditolak. Tapi, jika dia sudah bersama orang lain yang dapat dilakukan hanyalah meratapi nasib :(

Senin, 20 Januari 2014

Hening Part 02

Empat tahun telah berlalu. Banyak peristiwa dan kisah yang terjadi di sini. Masih terekam jelas di ingatan ini saat pertama kali melangkahkan kaki ke kota hujan ini. Ayah yang semakin hari guratan di wajahnya makin terlihat jelas sedikit kecewa karena tidak bisa mengantar sang anak sampai ke tujuan. Bukan karena ayah tidak mau tapi ekonomi mereka yang tak mampu. Melihat anaknya diterima di salah satu kampus favorit membuatnya bangga, tapi apa daya uang di sakunya tak cukup untuk mengantar si anak ke kampus itu. Hingga si anak harus pergi sendiri.
Seorang gadis dari desa yang selama ini tak pernah bepergian sendirian terlihat di Bandara Internasional MinangKabau. Dia harus mendorong koper itu sendirian karena hanya yang akan bepergian yang boleh masuk ke dalam bandara itu. Sementara itu, si ayah berusaha menyembunyikan kesedihannya. Ini pertama kalinya beliau akan melepas putri sulung yang amat dicintainya itu. Semangat si anak yang membara untuk melanjutkan studi mengalahkan ego sang ayah yang tak kuasa melepas putrinya itu. Diciumnya punggung tangan sang ayah yang tak lagi muda. Terasa tangan itu kasar karena tiap hari harus mengayunkan canggul demi mengepulnya asap rumah.
Dan kini, tak terasa waktu terus bergulir hingga empat th berlalu begitu cepat. Si anak dengan semangat tak kenal lelah berhasil juga menyelesaikan studinya. Walau banyak yang menyangsikan kalau keluarga mereka tidak akan mampu membiayai kuliah anak itu. Tapi, berkat kecerdasan dan kerajinan si anak dia berhasil membuktika ke orang-orang itu kalau dia dan keluarganya pasti bisa. Waktu itu tgl 22 Agustus 2013, si anak akan melaksanan ujian sidang skripsinya. Perasaan yang bercampur aduk mulai mendera.


Kamis, 02 Januari 2014

Hening Part 01


Setiap orang pasti ada suatu peristiwa yang membuat dirinya bahagia, sedih, mengharukan, tak terlupakan dan apalah itu, masih banyak lagi ungkapan perasaaan lainnya.  Peristiwa yang membuat aku memiliki suatu perasaan yang tidak bisa dilukiskan entah terharu, bahagia, sedih, semua bercampur menjadi satu adalah saat ayah dan ibuku bilang:
"Kami bangga padamu, pengorbanan yang kami lakukan untukmu tdk sia-sia. Kamu benar-benar membuat ayah dan ibu bahagia. Rasa lelah ayah dan ibu di sawah telah terbayar dengan apa yg kamu lakukan selama ini. Terimakasih Nak, kamu telah menjadi anak yang baik bagi kami. Kamu benar-benar membuat ayah dan ibu bahagia"
Cuma beberapa potong kalimat yang keluar dari ayah dan ibuku, tapi itu membuat semua rasa ini tak menentu. Aku merasa belum melakukan apa-apa buat mereka, tapi mereka sudah bilang seperti itu hanya karena aku sudah menyelesaikan kuliah. Ya.., mungkin bagi sebagian orang hal itu biasa saja. Toh, banyak kok yang lulus kuliah dan itu bukanlah suatu pencapain yang luar biasa. Tapi, bagi aku dan keluargaku ini merupakan suatu pencapaian yang sangat.., sangat luar biasa. Kenapa tidak untuk mencapai titik ini aku membutuhkan banyak pengorbanan. 
Masih terekam jelas di ingatan ini, 4 th yang lalu tepat pada tanggal 27 Juni 2009 aku berangkat ke kota hujan ini untuk mencari setitik ilmu. Walau berat, aku harus terus melangkah. Mungkin hanya dengan ini aku bisa mengubah hidup ini. Aku ingin membuat ayah dan ibuku bahagia. Keputusan untuk melanjutkan studi di tanah jawa adalah cita-citaku sejak awal masuk SMA. Saat aku utarakan niatku pada ayah dan ibu mereka hanya bilang "Ya sudah, kamukan baru masuk SMA masih ada waktu untuk berpikir, kita lihat saja nanti". Aku tahu ayah dan ibu berat menyetujui keputusanku yang tidak berubah. Aku benar-benar tidak mengubah keinginanku, apalagi saat aku di terima sebagai mahasiswa undangan di salah satu perguruan tinggi ternama di Bogor. Aku meyakinkan ayah dan ibu, hingga aku pun berangkat pagi itu.
Aku berangkat hanya dengan berbekalkan tekad yang tulus dan doa dari keluarga, walau banyak yang bilang aku tidak akan bisa menyelesaikan kuliahku di sana nantinya. Kenapa tidak.., aku hanya dari keluarga kecil yang dari beberapa generasi pada keluarga kami belum ada yang mengecap pendidikan sampai ke tingkat perguruan tinggi dan ayahku hanyalah seorang petani kecil di sebuah desa di Sumatera Barat yang saat dicari di peta aku yakin tidak akan ditemukan. Ibuku juga seorang petani yang karena keadaan ekonomi harus ikut turun ke sawah. Teriknya panas telah membakar wajahnya, walau ibuku masih muda tapi wajahnya sudah terbakar sinar matahari setiap hari.
Semua demi membantu ayah tercinta agar roda perekonomian di keluarga kami masih terus berjalan. Bahkan aku, saat masih sekolahpun tidak jarang juga ikut membantu ibu di sawah menanam padi, menyaingi padi, panen padi, menanam sayuran, dll. Semua sudah pernah aku lakukan. Aku bersama teman-teman sepermainan dan saudara sepupuku di saat anak-anak lain bermain kami sibuk di sawah dan ladang membantu mereka di sawah. Biasanya saat sekolah libur, terutama hari minggu kami akan diminta bantuan untuk membantu para tetangga yang panen atau mengolah ladangnya. Karena dari situ kami akan mendapatkan upah. Hanya dari upah ini kami biasa membeli apa yang kami inginkan seperti baju lebaran, atau hanya untuk uang jajan di sekolah.
Ya begitulah masa-masa aku sekolah. Panasnya matahari telah aku rasakan. Aku tidak ingin terlalu lama merasakan panasnya, dan aku juga tidak ingin ayah dan ibu sampai masa tuanya nanti masih melawan teriknya sang surya. Aku ingin mereka bahagia menikmati masa tua. Dari itu aku berjuang belajar mati-matian. Alhamdulillah, masa sekolah semua berjalan mulus. Aku selalu juara kelas dari SD-SMA dan mendapatkan beberapa beasiswa. Ini cukup untuk sekolahku.
Dan pagi itu, aku ingin membuktikan kalau aku bisa seperti mereka yang bisa kuliah di kampus-kampus terbaik di negeri ini. Aku berhasil diterima sebagai mahasiswa undangan di salah satu kampus terbaik di negeri ini. Ini merupakan titik awal perjuanganku. Perjuangan yang sebenarnya baru saja akan dimulai. Pagi itu, ku pandangi wajah ibu, dengan linangan air mata ibu mengantarku. Kakak ibuku, nenek, adikku, sepupu, ayah semua keluarga dan sahabatku mengantar keberangkatanku. Dengan berat aku segera melangkah, ku pandangi bunga-bunga di halaman rumah yg sudah kurawat selama ini. Aku akan meninggalkan desaku, saksi yang telah melihat aku tumbuh selama 18 th ini. Berangkat ke Bogor, sebuah kota yang belum pernah aku ke sana, entah seperti apa.
Mobil melaju meninggalkan rumah, keluarga dan sahabat-sahabatku. Aku yg waktu itu diantar oleh ayah dan pamanku ke bandara internasional minangkabau. Sepanjang perjalanan ke bandara aku masih berpikir. Aku masih tdk percaya aku akan merantau. Kupandangi sepanjang jalan, apalagi saat melewati jalan yg sering ku lalui pulang sekolah bersama sahabatku Rika dan Sari. Dalam hati aku berkata " Aku pasti akan kembali lagi".
Saat yg mengharukan saat aku harus berpisah dengan ayah. Ayah hanya bisa mengantarkanku sampai bandara, tdk bisa mengantar sampai ke Bogor. Karena uang kami tidak cukup untuk membeli tiket. Tapi ayah yakin aku bisa sampai dg selamat di Bogor walau sendri. Ya Allah.., aku tdk tahu waktu itu hanya yakin dg doa dari ayah aku pasti selamat sampai di Bogor. Walau tdk pernah ke sana. Saat berangkat ayah yg selama ini menurutku sangat pendiam, kalau bicara hanya seperlunya. Hari itu hanya bilang :
"Hati-hati ya, ayah yakin kamu pasti bisa dan berhasil. Doa ayah selalu menyertaimu. Jangan lupa selalu berdoa dan sholat. Nanti kuliahnya yg rajin biar tdk seperti ayah dan ibu. Kamu pasti bisa mendapatkan kehidupan yg layak nantinya. Selalu beri kami kabar dari sana, walau ayah juga tdk tahu seperti apa keadaan di sana nantinya. Maaf ayah tdk bisa mengantarmu seperti ayah-ayah yg lain yg mengantar anaknya ke sana."
Ini kalimat terpanjang yg pernah diucapkan ayah pdku. Aku lihat ayah meneteskan airmata. Aku tahu ayah telah berjuang demi keluarga kami selama ini. Aku akan selalu ingat pesan ayah. Aku pun memasuki bandara. Ini pertama kalinya memasuki bandara, entahlah yg ada cuma perasaan yakin. Sampai di bandara Jakarta aku dijemput oleh kakak sepupu. Singkatnya aku sampai di Bogor, sebuah kota yang terbilang unik. Sampailah di kampus tercinta yg dikenal dengan kampus hijau. Saat registrasi ulang, saat teman-teman yg lain diantar kerabatnya aku hanya sendiri. Apalagi yg diterima dari sekolahku hanya aku seorang. Kemana-mana sendiri, walau aku memang sudah punya teman yg baru kukenal dari daerah lain, tapi tetap saja berbeda karena kita hanya sendiri. Saat masuk asrama, saat teman-teman lainnya diantar oleh keluarganya aku hanya sendiri.
Ya allah, ini pengorbanan perasaan. Entah apalagi. Hari-hari awal masuk asrama saat orang-orang masih dikunjungi oleh keluarganya aku hanya termenung dari jendela kamar sambil memperhatikan mereka dari jauh. Saat tahun pertama, saat lebaran aku tidak bisa pulang lagi-lagi karena tdk ada biaya untuk ongkos pulang. Alhasil aku lebaran di rumah teman seasrama. Di pagi nan fitri itu th 2009, mereka sekeluarga berkumpul. air mataku tak terbendung lagi, biasanya saat seperti ini aku berkumpul dengan keluargaku. Saat aku telpon keluarga di rumah, hanya isak tangis dari ibuku sambil bilang:
"Beginilah, Nak kalau kita orang tak punya. Sedih hati ibu kamu tdk bisa pulang. Saat anak-anak yg kuliah lainnya plg kamu tdk bisa"
Aku hanya terdiam, mungkin ini perjuanganku. Awal masuk kuliah aku sibuk mencari beasiswa ke sana-ke mari. Alhamd. dapat dan lumayan membantu ayah dan ibu. Tahun kedua dan ketiga tdk begitu banyak cerita dan aku bisa pulang saat lebaran walau di hari kedua lebaran harus balik lagi ke Bogor karena kalau ditunta harga tiket akan melambung. Kalau naik kendaraan jalur darat perjalanannya bisa 2 hari, aku tdk kuat perjalanan selama itu. Mungkin karena sejak masa sekolah aku sering kerja keras dan saat kuliah kegiatanku jadi berkurang. Alhasil tubuh rasanya sedikit terguncang menghadapi keadaan yg berubah drastis. Memasuki tahun akhir kuliah, saatnya penyusun tugas akhirnya. aku masih tdk percaya aku bisa melangkah sejauh ini. Nenekku juga bilang: banyak orang bilang kamu tidak akan bisa sampai tingkat akhir, biaya kuliah itukan mahal". Aku hanya yakin pasti ada kemudahan jika kita mau berusaha.
Nelpon ke rumah sangat sering, aku selalu menceritakan apa yg terjadi saat aku kuliah, bahkan jika ada kisah percintaan aku selalu cerita ke ibuku, ayahku hanya mendengarkan dari belakang. Ayah.., ya walau hanya sedikit bicara tapi dia adalah ayah terbaik di dunia versiku. Peristiwa yg paling membuat perasaanku bercampur aduk saat aku akan ujian akhir (ujian sidang skripsi). Hari itu tanggal 22 Agustus 2013 jam 13.30 aku akan melaksanaka ujian sidang skripsi,. Ya allah hari ini adalah titik akhir dari perjuanganku selama ini. Perasaanku bercampur aduk. Malam sebelumnya menelpon pada ayah dan ibu. Ku utarakan perasaanku yg sedikit gugup menghadapi ujian. Ayah dan ibu bilang "Kami doakan dari sini. kamu pasti bisa"
Doa ayah dan ibu dan keluarga lainnyamembantu perjalanaku selama ini. Alhamdulillah aku bisa melewati ujian dg baik. Aku tersentuh saat dosen bilang:
" Sampaikan salam kami kepada ayah dan ibu di rumah, karena anaknya sudah berhasil lulus dg baik. Terimakasih kami ucapkan karena telah menititpkan anaknya di kampus ini. Selamat kepada orang tuamu karena anakknya telah berhasil meraih gelar SARJANA". 
Aku pasti sampaikan salam bapak dan ibu dosen. Yaa, akhirnya hari itu aku berhasil mempersembahkan gelar SARJANA pada keluargaku. Sebuah pencapain yang benar-benar butuh perjuangan. Apalagi saat salah satu dosen berkata: "Dia tidak pulang lho, saat lebaran kemaren, udh gitu sakit lagi di kosan"
Dosen yg lain juga berkata:"                                                                                                        
"Sungguh besar pengorbananmu untuk mencapai titik ini, tapi akhirnya hari ini telah membuahkan hasil. Kamu berhasil lulus dg baik"
Ya, aku saat tahun terakhir kuliahku juga tidak bisa pulang saat lebaran sama seperti saat tahun pertama kuliah. Lagi-lagi karena masalah biaya, karena ke depannya untuk biaya wisuda pastinya akan membutuhkan dana. Uang untuk ongkos pulang dijadikan untuk mengurus keperluan menyelesaian segala urusan tugas akhirku.  Dan saat lebaran itu aku sakit. Ya aku sakit, saat pagi nan fitri dari jendela kosan aku melihat gerombolan-gerombolan keluarga datang mengunjungi rumah tetangga. Mereka saling bercengkrama lagi-lagi aku ingat keluarga di rumah. Saat menelpon ke rumahpun ibu lagi-lagi mengangis, tampaknya ibu sering sekali menangis apalagi adik sepupuku yg kerja di Jakarta juga tidak pulang. Ibu menangis karena aku tdk bisa pulang, sakit pula. Tapi saat ujian sidang selesai semua terbalaskan. Dan saat itulah ibu bilang kata-kata yg kutuliskan di atas.
Saat itulah satu kalimat yg disimpan ibu selama ini terucap dari ibuku sambil menangis ibu berkata:
"Akhirnya kamu bisa berhasil, Nak walau banyak orang di sini yg bilang kamu tidak akan bisa menyelesaikan kuliahmu karena kita orang tak punya"
sebuah kalimat yg pernah diucapkan oleh nenekku, cuma waktu itu ibuku bilang:" jangan dipikirkan, tidak ada yg bilang seperti itu, kami pasti mengusahan kami bisa selesai sampai akhir"
Satu hal lagi yg mungkin membuat perasaanku bercampur saat ibuku bilang:
"Maaf ya, Nak mungkin sampai diakhir kami tidak bisa melihatmu di sana, dan saat wisuda nanti pun kami tidak akan bisa melihat seperti apa kampusmu itu"
Kata-kata itu sudah sangat sering terucap dari ibuku, bahkan sejak aku menduduki tahun terakhir kuliah setiap kali menelpon ibu selalu berkata  seperti itu. Ya, sepertinya ayah dan ibu tidak akan bisa hadir saat aku memakai toga, saat namaku disebut di acara wisuda nanti. Kami tidak punya cukup uang untuk biaya ayah dan ibu berangkat ke Bogor. Ya Allah, ini perasaan yang kalau boleh jujur aku sedih sebenarnya, tapi aku hanya bisa bilang ke mereka saat mereka bertanya ''apakah tidak apa-apa kami tdk datang di wisudamu di saat teman-temanmu yg lain pastinya didampingi keluargamu sedangkan kamu mungkin hanya akan didampingin oleh kakak sepupumu dan adik sepupumu yg sudah bekerja di jakarta''
aku hanya bilang aku tidak apa-apa, walau sebenarnya hati ini ingin menangis, karena hingga akhirpun ayah dan ibu tidak bisa melihat tempat dimana anaknya kulaih. Selama ini dia hanya mendengar cerita dariku dan dari orang-orang seperti apa kampusku, seperti apa asramaku, seperti apa tempat kosku dan seperti apa Bogor itu. Bahkan kalau boleh aku berkata entah benar anaknya ini kuliah di Bogor entah tdk karena mereka hanya bisa mendengar cerita,. Ya hanya mendengar cerita saja. Tidak tahu seperti apa kuliah itu, hanya manggut-manggut saat aku bercerita tentang kehidupan kampus karena mereka tdk pernah mengecap pendidikan sampai setinggi itu. Dan sekarang saat aku persembahkan gelar SARJANA ini untuk mereka mereka tidak akan bisa melihat aku memakai toga, tidak akan pernah bisa berfoto di sampingku saat wisuda dan aku tidak bisa memiliki foto dan kenangan saat wisuda bersama ayah dan ibuku.
Ibu juga bilang:"
Jangan lupa foto yg bagus untuk ayah dan ibu lihat-lihat nanti, walau ayah dan ibu tidak ada di sana"
Ya Allah.., dadaku sesak mendengarnya. Nenekku juga bilang:
"Nanti nenek usahakan kamu beli baju yg bagus karena ini wisuda sangat berarti buat kita, tapi kami tdk bisa ke sana"
Walau hari ini, saat aku menuliskan semuanya ini aku belum wisuda, tapi aku hanya berpikir semoga aku sanggup menghadapi suatu hari nanti saat yg lain dipeluk oleh ayah dan ibunya dan berfoto bersama, sedangkan aku hanya bayangan ayah dan ibu di sampingku. Kenapa tidak, dulu saat yang lain diantar oleh ayah dan ibunya registrasi di kampus pertama kalinya. Aku...., hanya sendiri, dan aku saat semua pengorbanan yg telah aku lakukan dimana dulu saat ayah dan ibu tdk bisa mengantarku aku masih bisa menahannya. Apakah aku bisa saat diakhirnya ayah dan ibu masih tdk bisa menemaniku.
Aku cuma berharap dan cita-citaku adalah membawa ayah, ibu dan adikku ke Bogor suatu saat nanti. Jika orang lain bercita-cita ingin memberangkatkan orangtuanya haji, kalau aku yg pertama kali cita-citaku adalah ingin memberangkatkan ayah, ibu dan adikku ke kampusku. Dimana saat itu nanti aku akan mengajak mereka berkeliling kampus yang telah memberiku kesempatan untuk sampai di titik ini. Saat itu aku akan berkata pada mereka:
"Ayah, Ibu.., ini adalah kampus, tempat aku anakmu DULU menuntut ilmu hingga sampai ke titik ini. Terimakasih telah memberiku kepercayaan selama ini dan tanpa doa dari ayah dan ibu tidak akan bisa sampai kuliah dikampus sebesar ini"
Aku juga mengucapkan terimakasih kepada semua sahabat-sahabat yg telah membantuku yang juga telah berhasil memperoleh gelar SARJANA. Terimakasih karena telah mendengarkan segala cerita hatiku selama ini, semoga persahabatan ini di saat yg satu membutuhkan yg lain seperti mendapat tanda-tanda kalau sahabatnya membutuhkannya terjalin sampai nanti..., dan nanti...,
------------Kebahagian terbesarku saat aku melihat ayah dan ibuku hidup bahagia--------